AIMI Terus Suarakan Hak Menyusui bagi Busui
A
A
A
MEMASUKI pekan ASI Sedunia atau World Breastfeeding Week (WBW) yang secara rutin diperingati pada 1 hingga 7 Agustus setiap tahunnya, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) sebagai organisasi kelompok pendukung program menyusui terbesar di Indonesia terus menyuarakan hak menyusui bagi ibu dan anaknya.
Seperti yang diketahui, saat ini telah banyak wanita yang memutuskan untuk terlibat mencari nafkah karena desakan ekonomi. Namun, bagi wanita yang baru saja melahirkan dan masih harus menyusui, sering mengalami hambatan dalam mendapatkan haknya untuk tetap bisa menyusui anaknya.
“Di tengah dunia yang semakin modern dan kompetitif ini, semakin banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para ibu menyusui (busui). Terlebih bagi ibu yang juga harus bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya,” ungkap Mia Sutanto selaku Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Pusat pada konferensi pers di Jakarta, 30 Juli 2015.
Tak sedikit wanita yang memiliki peran ganda dalam keluarga. Selain menjadi ibu rumah rangga, kebanyakan dari mereka juga harus berperan sebagai pencari nafkah untuk menopang kehidupan ekonomi dalam rumah tangganya. “Untuk itu, pemberian cuti yang cukup, fasilitas yang layak di tempat kerja,” tambah Mia.
Hak menyusui kepada ibu tak hanya memberikan waktu cuti. Ibu menyusui masih harus diberikan dukungan yang leluasa untuk tetap menyusui anaknya, meskipun mereka telah kembali bekerja.
“Pada saat aktivitas mencari nafkah, perempuan bisa bekerja pada lingkungan informal ataupun sektor formal. Oleh karena itu, di mana saja dia bekerja, lembaga atau instansi tempat mereka bekerja harus bertindak pada tiga area, di antaranya waktu, ruang atau jarak, serta dukungan untuk menciptakan tempat kerja yang ramah bagi ibu menyusui,” ujar Nia Umar selaku Wakil Ketua AIMI Pusat.
Pemberian dukungan waktu mencakup memberikan cuti bersalin selama tiga bulan dengan dibayar penuh bagi semua perempuan di semua sektor. Kemudian, para busui tetap diberikan kesempatan istirahat untuk menyusui dengan dibayar penuh atau pengurangan jam kerja setiap hari untuk menyusui bayinya.
Dalam hal ruang atau jarak, perusahaan dapat menyediakan tempat perawatan bayi dekat dengan tempat kerja sehingga ibu dapat bersama dengan bayinya. Fasilitas atau ruang pribadi atau ruang tertutup untuk memerah dan menyimpan ASI perlu disediakan di tempat kerja. Juga tersedianya lingkungan kerja yang bersih. Terakhir, perempuan juga memerlukan dukungan sepenuhnya dari anggota keluarga, masyarakat, pemberi kerja, rekan kerja, dan atasan.
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) menganjurkan untuk pemerintah mempertimbangkan pemberian cuti melahirkan selama 6 bulan lamanya yang tentunya hal ini harus disetujui oleh berbagai stakeholder di Indonesia. Salah satu contoh perusahaan Indonesia yang telah menerapkan cuti melahirkan selama 6 bulan dan gaji tetap dibayar penuh adalah Opal Communication.
Kokok Herdhianto Dirgantoro selaku CEO Opal Communication membuat kebijakan tersebut didasari pada pengalaman istrinya yang pada saat hamil tidak mendapatkan cuti yang cukup. Jadi, dia berjanji akan berlaku adil pada karyawati jika sudah memiliki usaha sendiri.
Larissa huda
Seperti yang diketahui, saat ini telah banyak wanita yang memutuskan untuk terlibat mencari nafkah karena desakan ekonomi. Namun, bagi wanita yang baru saja melahirkan dan masih harus menyusui, sering mengalami hambatan dalam mendapatkan haknya untuk tetap bisa menyusui anaknya.
“Di tengah dunia yang semakin modern dan kompetitif ini, semakin banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para ibu menyusui (busui). Terlebih bagi ibu yang juga harus bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya,” ungkap Mia Sutanto selaku Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Pusat pada konferensi pers di Jakarta, 30 Juli 2015.
Tak sedikit wanita yang memiliki peran ganda dalam keluarga. Selain menjadi ibu rumah rangga, kebanyakan dari mereka juga harus berperan sebagai pencari nafkah untuk menopang kehidupan ekonomi dalam rumah tangganya. “Untuk itu, pemberian cuti yang cukup, fasilitas yang layak di tempat kerja,” tambah Mia.
Hak menyusui kepada ibu tak hanya memberikan waktu cuti. Ibu menyusui masih harus diberikan dukungan yang leluasa untuk tetap menyusui anaknya, meskipun mereka telah kembali bekerja.
“Pada saat aktivitas mencari nafkah, perempuan bisa bekerja pada lingkungan informal ataupun sektor formal. Oleh karena itu, di mana saja dia bekerja, lembaga atau instansi tempat mereka bekerja harus bertindak pada tiga area, di antaranya waktu, ruang atau jarak, serta dukungan untuk menciptakan tempat kerja yang ramah bagi ibu menyusui,” ujar Nia Umar selaku Wakil Ketua AIMI Pusat.
Pemberian dukungan waktu mencakup memberikan cuti bersalin selama tiga bulan dengan dibayar penuh bagi semua perempuan di semua sektor. Kemudian, para busui tetap diberikan kesempatan istirahat untuk menyusui dengan dibayar penuh atau pengurangan jam kerja setiap hari untuk menyusui bayinya.
Dalam hal ruang atau jarak, perusahaan dapat menyediakan tempat perawatan bayi dekat dengan tempat kerja sehingga ibu dapat bersama dengan bayinya. Fasilitas atau ruang pribadi atau ruang tertutup untuk memerah dan menyimpan ASI perlu disediakan di tempat kerja. Juga tersedianya lingkungan kerja yang bersih. Terakhir, perempuan juga memerlukan dukungan sepenuhnya dari anggota keluarga, masyarakat, pemberi kerja, rekan kerja, dan atasan.
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) menganjurkan untuk pemerintah mempertimbangkan pemberian cuti melahirkan selama 6 bulan lamanya yang tentunya hal ini harus disetujui oleh berbagai stakeholder di Indonesia. Salah satu contoh perusahaan Indonesia yang telah menerapkan cuti melahirkan selama 6 bulan dan gaji tetap dibayar penuh adalah Opal Communication.
Kokok Herdhianto Dirgantoro selaku CEO Opal Communication membuat kebijakan tersebut didasari pada pengalaman istrinya yang pada saat hamil tidak mendapatkan cuti yang cukup. Jadi, dia berjanji akan berlaku adil pada karyawati jika sudah memiliki usaha sendiri.
Larissa huda
(ftr)